Sunday, December 27, 2009
Kedudukan Mahram Di Dalam Islam Siri II
Sambungan :
Mahram Kerana Musyaharah
Musyaharah berasal dari kata ash-Shihr. Imam Ibnu Atsir rahimahullah berkata, “Shihr adalah mahram karena pernikahan” (An Nihayah 3/63).
Contohnya, mahram yang disebabkan oleh musyaharah bagi ibu tiri adalah anak suaminya dari istri yang lain (anak tirinya) dan mahram musyaharah bagi menantu perempuan adalah bapa suaminya (bapa mertua), sedangkan bagi ibu istri (ibu mertua) adalah suami anak perempuannya (menantu laki-laki) [Al Mufashshol 3/162].
Hubungan mahram yang berasal dari pernikahan ini disebutkan oleh Allah swt dalam firmanNya, yang artinya, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka,atau ayah mereka,atau ayah suami mereka, atau anak lelaki mereka, atau anak lelaki suami mereka.” (Qs. An-Nur: 31)
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu tiri).” (Qs. An-Nisa’: 22)
“Diharamkan atas kamu (mengawini) … ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, dan istri-istri anak kandungmu (menantu).” (Qs. An-Nisa’: 23)
Yang Diharamkan Dengan Sebab Musyaharah (Perkahwinan)
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa orang-orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab musyaharah adalah:
1. Ayah mertua (ayah suami)
Mencakup ayah suami atau bapa dari ayah dan ibu suami juga bapa-bapa mereka ke atas (Lihat Tafsir As-Sa’di hal: 515, Tafsir Fathul Qodir 4/24 dan Tafsir Qurthubi 12/154).
2. Anak tiri (anak suami dari istri lain)
Termasuk anak tiri adalah cucu tiri baik cucu dari anak tiri lelaki maupun perempuan, begitu juga keturunan mereka (Lihat Tafsir Qurthubi 12/154 dan 5/75, Tafsir Fathul Qodir 4/24, dan Tafsir Ibnu Katsir 1/413).
3. Ayah tiri (suami ibu tapi bukan bapa kandungnya)
Haramnya pernikahan dengan ayah tiri ini berlaku ketika ibunya telah jimak dengan ayah tirinya sebelum bercerai. Namun, jika belum berlaku jimak, maka diperbolehkan.
Abdullah Ibn Abbas ra berkata, “Seluruh wanita yang pernah dinikahi oleh bapa maupun anakmu, maka dia haram bagimu.” (Tafsir Ath- Thobari 3/318)
4. Menantu laki-Laki (suami anak perempuan kandung)
Dan kemahraman ini terjadi sekadar anak perempuannya diakadkan kepada suaminya (Tafsir Ibnu Katsir 1/417).
Laki-laki yang Bukan Mahram bagi Wanita
1. Ayah Dan Anak Angkat
Hukum pengangkatan anak telah dihapuskan dalam Islam sehingga seseorang tidak dapat mengangkat anak kemudian dinasabkan kepada dirinya. Allah swt berfirman, yang artinya, “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).” (Qs. Al-Ahzab: 4)
Anak angkat tersebut juga tidak dapat menjadi ahli warisnya, karena pada hakikatnya anak tersebut dinilai sebagai orang lain.
2. Sepupu (Anak bapa saudara/ibu saudara dari ayah maupun dari ibu)
Allah swt berfirman tentang hal ini setelah menyebutkan tentang bermacam-macam orang yang haram dinikahi, artinya, “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapanNya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian…” (Qs. An-Nisa’: 24)
3. Saudara Ipar
Perkara ini berdasarkan pada keterangan hadis, “Waspadailah oleh kalian, menemui para wanita,” Berkatalah seseorang dari puak Ansar, “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (saudara lelaki sebelah suami)?” Rasulullah bersabda, “Al-Hamwu adalah merupakan kematian.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Imam Al-Baghawi berkata, “Yang dimaksud dalam hadis ini adalah saudara lelaki sebelah suami (ipar) karena dia tidak termasuk mahram bagi si istri. Dan seandainya yang dimaksud adalah mertua padahal ia termasuk mahram, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang yang bukan mahram?” Beliau selanjutnya berkata, “Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar sebagaimana engkau waspada dari kematian.”
4. Mahram Titipan
Biasanya yang sering terjadi adalah apabila ada seorang wanita yang akan bepergian jauh (safar) seperti megerjakan umrah, dia mengangkat seorang lelaki yang ‘berlakon’ sebagai mahram sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar dan juga amalan bid’ah yang amat terang.
Hukum Wanita dengan Mahramnya
Antaranya ialah:
1.Tidak boleh menikah dengan mahramnya.
Berdasarkan firman Allah swt, “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapamu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nisa’ ayat 22-23)
2. Mahram boleh menjadi wali pernikahan.
Wali adalah syarat sah sebuah pernikahan, riwayat dari Abu Musa Al Asyaari berkata, Rasulullah saw bersabda, “Tidak sah nikah kecuali dengan ada wali.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Hibban. Hadits shahih)
Namun tidak semua mahram berhak menjadi wali pernikahan, begitu juga sebaliknya, tidak semua wali datang dari mahramnya. Contoh wali yang bukan dari mahram ialah seperti anak laki-laki bapa saudara (saudara sepupu laki-laki), orang yang telah memerdekakannya, sultan. Adapun mahram yang tidak boleh menjadi wali ialah seperti mahram karena musyaharah (pernikahan).
3. Wanita tidak boleh safar (bepergian jauh) kecuali dengan mahramnya.
Banyak sekali hadits tentang larangan safar bagi wanita tanpa mahramnya.
Dari Abu Hurairah ra katanya Rasulullah saw dalam satu peperangan bersabda, “Tidak halal bagi wanita yang beriman pada kepada Allah dan hari akhir untuk mengadakan safar sehari semalam tidak bersama mahramnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Tidak boleh berkhalwat (berdua-duaan), kecuali bersama mahramnya.
Dari Ibn Abbas ra, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Janganlah seorang lelaki berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya, juga jangan safar dengan wanita kecuali bersama mahramnya.” Seorang laki-laki berdiri lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya isteri saya pergi mengerjakan haji, padahal saya menyertai dalam sebuah peperangan.” Maka Rasulullah menjawab, “Berangkatlah untuk berhaji dengan istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Tidak boleh menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada mahramnya.
6. Tidak boleh berjabat tangan kecuali dengan mahramnya.
Dari Makqil bin Yasar ra, Rasulullah saw bersabda, “Seandainya kepala orang ditusuk jarum dari besi itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dan Rauyani. Hadits Hasan)
(Sumber dari artikel : Mahram bagi Wanita-Wanita :Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif -majalah Al Furqon, Edisi 4/ II)
Monday, December 21, 2009
Aksi Jijik Si Derhaka : Metro 21 Disember 2009
PUTRAJAYA: Dia mempunyai tiga anak, semuanya lelaki, tetapi tiada seorang pun sudi menjaganya, malah tergamak menghantar si ibu berusia 60-an ini ke rumah orang tua, dua tahun lalu.
Sejak itu, tiada seorang pun anaknya pernah menjenguknya termasuk ketika dia sedang nazak, baru-baru ini.
Sebaik jenazah si ibu siap dikebumikan, dua daripada tiga anaknya muncul di tanah perkuburan. Itupun, bukan untuk mendoakan kesejahteraannya, tetapi kerana mahu bertanyakan harta ditinggalkan.
Lebih memilukan, dua beradik derhaka itu saling berebut harta peninggalan ibu mereka tanpa menghiraukan orang ramai yang masih berada di kubur kerana menguruskan pengebumian jenazah wanita malang itu.
Malah, mereka juga tidak menunjukkan perasaan menyesal atau bersalah walaupun tidak berkesempatan bertemu arwah ibu buat kali terakhir selepas dua tahun ‘membuangnya’ di Pusat Rawatan dan Jagaan Orang Tua Al-Ikhlas di Pulau Meranti, dekat sini.
Tiga beradik itu menghantar ibu mereka ke pusat berkenaan selepas mengaku tidak sanggup menjaga sendiri ibu yang dianggap satu bebanan, apatah lagi warga emas itu menghidap penyakit kencing manis dan darah tinggi.
Sebagai helah, tiga beradik itu mendakwa tidak mampu menjaga ibu kerana mempunyai tanggungan ramai walaupun pada hakikatnya mereka mempunyai pekerjaan tetap.
Malah, sehari sebelum wanita itu meninggal, ketiga-tiga anaknya turut dihubongi supaya datang memohon ampun sebelum terlambat selepas mendapati ibu mereka sudah nazak.
Malangnya, akibat keras hati tidak seorang pun anaknya mengunjungi ibu tua berkenaan sehingga dia menghembuskan nafas terakhir Ramadan lalu. (Metro 21 Disember 2009 : Dengan sedikit edit)
Targhib :
Ini lah keadaan kehidupan akhir zaman yang terpapar di dada akhbar. Dari kes zina beramai-ramai, buang bayi, tangkapan khalwat, ragut sehinggalah kepada kes bunoh kejam sekarang ini. Persoalannya bolehkah kita hidup di dalam suasana jahiliah akhir zaman ini. Kehidupan agama yang telah terkikis saban hari.
Bila kita perhati-hatikan nilai-nilai agama sedikit demi sedikit telah hilang di dalam kehidupan kita sekarang ini. Bayangkanlah bagaimana hak-hak ibubapa telah ditekankan oleh Allah swt dan Rasulnya melalui firman dan sabdaan rasulnya namun ianya tidak memberi bekas sedikit pun di dalam hati umat ini.
Diceritakan dari Abu hurairah ra bahawa satu ketika Abdullah Ibnu Umar ra melihat seorang Yaman mengelilingi Ka’bah kerana bertawaf dengan mendukung ibunya di belakangnya sambil berkata, “ Aku adalah seumpama seekor unta yang berjalan atas kehendak penunggangnya. Ketika unta-unta lain lari berkeliaran dan tidak boleh dikawal, tetapi aku tidak.”
Apabila ia melihat Abdullah Ibnu Umar ra, orang Yaman itu menyoal, “Bukankah aku telah menyempurnakan hak ibuku?” Kemudian Abdullah Ibn Umar ra pun menjawab, “Itu bukanlah bayaran ganti rugi, sebenarnya kamu tidak pun terbayar walau pun sedikit dari penderitaan ibunmu sewaktu melahirkanmu.” (Muslim Parents Their Right and Duties : Akhlak Husain)
Yang berkhidmat kepada ibubapa pun belum terbalas apa lagi yang durhaka. Bahagiakah kehidupan kita begitu. Sanggupkah kita melihat balasan tuhan kepada kita jika kita berbuat begitu kepada ibubapa kita?
Terkadang ada yang memelihara ibubapanya di rumahnya namun sebenarnya bukan ia membela mereka namun sebenarnya mereka meletakan kedua ibubapa di rumah hanya semata-mata untuk mengurangkan bebanan mereka dengan mengajikan pembantu rumah yang beratus ringgit setiapa bulan. Ini dapat dijimatkan dengan tidak mengaji pembantu rumah. Hakikatnya ibubapa menjadi pembantu rumah terhurmat dirumah anak sendiri. Hakikatnya lebih hina dari pembantu rumah malah menjadi hamba kepada anak-anak sendiri. Inilah apa yang terjadi sekarang ini.
Jika difikir-fikirkan tidak ada jalan keluar bagi kita melainkan kita perlu kembali kepada nilai-nilai agama dengan mengembalikan umat ini semula kepada jalan agama yang lurus melalui amalan dakwah agar umat ini berada di atas hidayat Allah swt.
Wallahua’lam
Saturday, December 19, 2009
Kedudukan Mahram Di Dalam Islam Siri 1
Kekadang di dalam masyarakat kita soal mahram jarang diambil peduli dan sesetengah mengatakan bahawa sepupu disebelah bapa tidak boleh berkahwin. Selain itu persoalan anak susu juga tidak diambil peduli oleh mereka-mereka yang menyusukan anak jirin hanya dengan maksud menolong. Juga kita dapati di dalam masyarakat kita soal anak angkat juga tidak dititikberatkan oleh keluarga angkat soal aurat. Selain itu aurat sebab Musyaharah atau perkahwinan, juga tidak dititikberatkan di dalam masyarakat kita. Maka rasa terpanggil untuk saya ketengahkan soal mahram anak susuan , kerana perkahwinan dan anak angkat agar kita lebih jelas. Insyaallah
Takrifan Mahram
Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya kerena sebab nasab, persusuan dan pernikahan (Ibnu Qudamah al-Maqdisi dalam al-Mughni 6/555). Sedangkan muhrim adalah orang yang sedang melakukan ihram dalam haji atau umrah.
Pembagian Mahram
Syaikh ‘Abdul ‘Adzim bin Badawi Al-Khalafi (lihat Al-Wajiiz) menyatakan bahwa, seorang wanita haram dinikahi karena tiga sebab, iaitu karena nasab (keturunan), persusuan, dan musyaharah (pernikahan). Oleh karena itu, mahram wanita juga terbagi menjadi tiga macam yaitu mahram karena nasab atau keluarga, persusuan dan pernikahan.
Mahram Karena Nasab
Mahram karena nasab adalah mahram yang berasal dari hubungan darah atau hubungan keluarga.
Allah swt berfirman dalam surat An-Nur ayat 31, yang artinya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau bapa mereka atau bapa suami mereka atau anak-anak lelaki mereka atau anak-anak lelaki suami mereka atau saudara-saudara lelaki mereka atau anak-anak lelaki saudara laki-laki mereka atau anak-anak lelaki saudara perempuan mereka.”
Para ulama’ tafsir menjelaskan, “Sesungguhnya lelaki yang merupakan mahram bagi wanita adalah yang disebutkan dalam ayat ini, adalah:
1. Bapa
Termasuk dalam kategori bapa yang merupakan mahram bagi wanita adalah datok,samaada datok dari sebelah bapa maupun dari sebelah ibu. Juga bapa-bapa mereka ke atas. Adapun bapa angkat, maka ianya tidak termasuk mahram bagi wanita. Hal ini berdasarkan pada firman Allah swt yang artinya, “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.” (Qs. Al-Ahzab: 4)
2. Anak laki-laki
Termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wanita adalah cucu, baik cucu dari anak lelaki maupun anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat, maka dia tidak termasuk mahram berdasarkan pada keterangan di atas.
3. Saudara lelaki,
Baik saudara lelaki kandung maupun saudara sebapa ataupun seibu saja.Saudara lelaki tiri yang merupakan anak kandung dari bapa sahaja atau dari ibu saja termasuk dalam kategori mahram bagi wanita.
4. Anak Saudara,
Baik dari saudara laki-laki maupun perempuan dan anak keturunan mereka. Kedudukan anak saudara dari saudara kandung maupun saudara tiri sama halnya dengan kedudukan anak dari keturunan sendiri. (Lihat Tafsir Qurthubi 12/232-233)
5. Bapa Saudara,
Baik bapa saudara dari sebelah bapa ataupun dari sebelah ibu.
Syaikh Abdul Karim Zaidan mengatakan dalam Al-Mufashal Fi Ahkamil Mar’ah (3/159), “Tidak disebutkan bahwa bapa termasuk mahram dalam ayat ini (QS. An-Nur: 31) karena kedudukan bapa saudara sama seperti kedudukan kedua ibubapa, bahkan kadang-kadang bapa saudara juga disebut sebagai bapa.
Allah swt berfirman yang artinya, “Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalanku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapa-bapamu Ibrahim, Ismail dan Ishaq.” (Qs. Al-Baqarah: 133)
Sedangkan Isma’il adalah bapa saudara dari anak lelaki Ya’qub. Maka bapa saudara termasuk mahram adalah pendapat jumhur ulama’.
Mahram Sebab Ar-Radha’(Susuan)
Ar-radha’ah atau persusuan adalah bermaksud masuknya air susu seorang wanita ke dalam mulut anak kecil dengan syarat-syarat tertentu (al-Mufashol Fi Ahkamin Nisa’ 6/235).
Sedangkan persusuan yang menjadikan seseorang menjadi mahram adalah sebanyak lima kali persusuan, berdasar pada hadits dari `Aisyah radhiyallahu `anha, beliau berkata, “Termasuk yang diturunkan dalam Al Quran bahwa sepuluh kali persusuan dapat mengharamkan (pernikahan) kemudian dihapus dengan lima kali persusuan.” (HR. Muslim 2/1075/1452)
Ini adalah pendapat yang rajih di antara seluruh pendapat para ulama’ (Lihat Nailul Authar 6/749 dan Raudhah Nadiyah 2/175).
Sesetengah ulama mengatakan bahwa terdapat dua syarat yang harus dipenuhi sebagai tanda berlakunya mahram ar-radha’ (persusuan) ini, yaitu:
1. Telah terjadinya proses penyusuan selama lima kali.
2. Penyusuan terjadi selama masa bayi menyusui yaitu dua tahun sejak kelahirannya.
3. Hubungan mahram yang berasal dari persusuan telah disebutkan oleh Allah swt dalam firmannya tentang wanita-wanita yang haram untuk dinikahi, yang artinya, “Juga ibu-ibu yang menyusui kamu serta saudara-saudara kamu dari persusuan.” (Qs. An-Nisa’: 23)
Dan disebutkan juga oleh Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a ia berkata, “Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.” (HR. Bukhari 3/222/ 2645 dan Muslim 2/1068/ 1447)
Dari penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa mahram bagi wanita dari sebab persusuan adalah seperti mahram dari nasab, yaitu:
1. Bapa Persusuan (suami ibu susu).
Termasuk mahram juga dato persusuan yaitu bapa (ayah) kepada bapa atau ibu persusuan, juga bapa mereka ke atas. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Sesungguhnya Aflah saudara laki-laki Abi Qu’ais meminta izin untuk menemuiku setelah turun ayat hijab, maka aku berkata, “Demi Allah, aku tidak akan memberi izin kepadamu sebelum aku minta izin kepada Rasulullah, karena yang menyusuiku bukan saudara Abi Qu’ais, akan tetapi yang menyusuiku adalah isteri Abi Qu’ais. Maka tatkala Rasulullah datang, aku berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya lelaki tersebut bukanlah yang menyusuiku, akan tetapi yang menyusuiku adalah saudara isterinya. Maka Rasulullah bersabda, “Izinkan baginya, karena dia adalah bapa saudaramu.” (HR. Bukhari: 4796 dan Muslim: 1445)
2. Anak lelaki dari ibu susu.
Termasuk anak susu adalah cucu dari anak susu baik laki-laki maupun perempuan. Juga anak keturunan mereka.
3. Saudara laki-laki sepersusuan.
Baik dia saudara susu kandung, sebapa maupun seibu.
4. Anak Saudara persusuan
Baik anak saudara persusuan laki-laki maupun perempuan, juga keturunan mereka.
5. Bapa Saudara persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu).
(Lihat al-Mufashol 3/160)
(Rujukan : Dari artikel Mahrom bagi Wanita 2 (Ahmad Sabiq bin ‘Abdul Lathif), majalah Al Furqon, Edisi 4/ II)
Saturday, December 12, 2009
Sebab Kencing Bayi Lelaki Menjadi Najis Mukhaffafah.
Syariat telah membezakan air kencing bayi lelaki dan bayi perempuan bukanlah kerana diskriminasi gender namun ianya adalah ftrah semula jadi yang terkandung hikmah.
Antaranya :-
a) Kencing bayi lelaki pada umumnya lebih cair (tidak pekat) dari kencing bayi perempuan.
b) Bayi lelaki biasanya lebih banyak ingin didukong berbanding dengan bayi perempuan
c) Asal kejadian lelaki dari air dan tanah basah (Adam) manakala perempuan dari daging dan darah (Hawa)
d) Umur baligh bagi anak lelaki dengan air suci (air mani). Manakala umur baligh anak perempuan dengan air suci (air mani) dan juga air najis (darah haid).
Atas sebab-sebab di atas maka syariat telah menentukan bahawa air kencing bayi lelaki tergulong di dalam ketegori Najis Ringan.
(Al-Bajuri : 1/103 dan As-Syarqawi : 1/129)
Thursday, December 10, 2009
Adakah Musibah Ini Disebabkan.......?
Sesetengah saudara Arab kita di Saudi menganggap bahawa mereka kebal dari bala musibah dan bencana alam kerana di sisi mereka ada dua Tanah Haram. Dua Tanah Suci yang Dajjal pun tidak boleh memasukinya. Dikawal ketat oleh malaikat sebagaimana disebutkan oleh sesetengah hadis Nabi saw. Mana mungkin boleh terkena bala bencana, lebih-lebih lagi banjir besar kerana Saudi dipenuhi dengan padang pasir. Tidal logik negara yang berpadang pasir boleh terkena banjir kerana kadar hujan tahun terlalu rendah. Semua beranggapan begitu dan kita yang berada jauh dari Saudi pun beranggapan begitu.
Tetapi kuasa dan kehendak Allah swt tidak ada sesiapa pun boleh menolak miskin pun bertentangan dengan akal kerana janji Allah swt di dalam firmanya :
“Dan apabila Kami kehendaki membinasakan satu negeri (lebih dahulu) maka perintahkan pada orang yang hidup mewah (supaya taat), lalu mereka berbuat fasik (derhaka), sebab itu berhaklah mereka ditimpa siksaan, lalu Kami hancurkan negeri mereka sehancur-hancurnya”(Al-Israk : 16)
“Dan apa sahaja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebahagian besar (dari kesalan-kesalanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi. Dan kamu tidak memperolehi seorang pelindungan dan tidak pula seorang penolong selain Allah”(As- Asyura:30 – 31)
“Telah zahir kerosakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan-tangan manusia, sehingga Allah merasakan kepada mereka sabahagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar”(Ar-Rum:41)
Lihat sahaja gambar-gambar di bawah ini :-
Beginilah akibatnya, Mungkinkah kerana amal begini:-
Kelab Motor JiddahBoys dalam satu perlumbaan di Jiddah Raceway (Mat RempIt Arab).
p/s: Kerana kekayaan Mat RempIt Arab tidak menggunakan motor malah mereka menggunakan kenderaan mewah, 4WD,MPV
Tetapi kuasa dan kehendak Allah swt tidak ada sesiapa pun boleh menolak miskin pun bertentangan dengan akal kerana janji Allah swt di dalam firmanya :
“Dan apabila Kami kehendaki membinasakan satu negeri (lebih dahulu) maka perintahkan pada orang yang hidup mewah (supaya taat), lalu mereka berbuat fasik (derhaka), sebab itu berhaklah mereka ditimpa siksaan, lalu Kami hancurkan negeri mereka sehancur-hancurnya”(Al-Israk : 16)
“Dan apa sahaja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebahagian besar (dari kesalan-kesalanmu). Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi. Dan kamu tidak memperolehi seorang pelindungan dan tidak pula seorang penolong selain Allah”(As- Asyura:30 – 31)
“Telah zahir kerosakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan-tangan manusia, sehingga Allah merasakan kepada mereka sabahagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar”(Ar-Rum:41)
Lihat sahaja gambar-gambar di bawah ini :-
Beginilah akibatnya, Mungkinkah kerana amal begini:-
Kelab Motor JiddahBoys dalam satu perlumbaan di Jiddah Raceway (Mat RempIt Arab).
p/s: Kerana kekayaan Mat RempIt Arab tidak menggunakan motor malah mereka menggunakan kenderaan mewah, 4WD,MPV
Monday, December 7, 2009
Hukum Berkhatan Bagi Wanita
(Jawapan pada pertanyaan saudara Nik dari ruang Komen dan Pertanyaan)
Telah pun difahami bahawa hukum berkhatan bagi lelaki adalah satu kewajipan di dalam Islam oleh hampir semua mazhab. Ianya melambangkan satu ciri keislaman. Namun hukum berkhitan bagi wanita agak berbeza dikalangan ulama. Ini pernah berlaku di Mesir beberapa tahun yang lalu yang menjadi kotroversi di kalangan ulama mahu pun pakar-pakar perubatan.
Dalil utama berkaitan berkhatan adalah hadsi Nabi saw :
Lima perkara fitrah : berkhatan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak (cukur), memendekkan misai. ( Riwayat Muslim)
Terdapat juga hadis Nabi saw berkaitan dengan isu khatan ini dan diambil oleh ulama bagi menetapkan hukum berkhatan miski pun hadis itu tidak diyakini kesahihannya. Rasulullah dilaporkan bersabda kepada seorang bidan dengan katanya, “Potonglah . . . . tetapi janganlah melebihi hadnya, kerana itu adalah lebih baik untuk kesihatannya dan lebih disukai oleh suami.”
Berdasarkan hadis di atas, berkhatan bagi wanita ini adalah lebih baik untuk kesihatan serta dapat mempertingkatkan lagi hubungannya dengan suami. Perkataan Nabi saw “. . Jangan melebihi had. . “ perlu diambil perhatian.
Selain itu berdasarkan hadis di atas juga, ada beberapa Negara Islam yang bersetuju dengan amalan ini dan ada tidak bersetuju. Namun mengambil jalan tengah itu adalah yang terbaik kerana ianya bukan sesuatu yang di wajibkan oleh sesetengah ulama. Sesiapa yang ingin berbuat demikian terhadap anak-anak perempuan mereka bolehlah berbuat demikian dan sesiapa yang tidak mahu pun tidak ada masaalah. Namun bila di lihat sausana dan keadaan sekarang ini ada ulama menitikberatkan untuk dilaksanakan (Yusof Qaradawi)
Namun begitu pandangan para ulama mazhab di dalam memahami hadith di atas terbahagi kepada tiga kumpulan :-
1) Hukumnya sunat bagi lelaki dan wanita : Ia adalah pandangan Imam Malik dalam satu riwayat, Abu Hanifah dan sebahagian Ulama mazhab Syafie.
2) Wajib bagi lelaki dan wanita : Demikian fatwa Mazhab Syafie dan kebanyakan Ulama dan juga pandangan Imam Suhnun anak murid Imam Malik,
3) Wajib bagi lelaki dan hukumnya sunat bagi wanita. Demikian sebahagian ulama Syafie, dan mazhab Hanbali.
Kesimpulannya disepakati bahawa berkhatan bagi lelaki adalah wajib, dan jika umat Islam satu negara semuanya tidak berkahatan, maka pemerintah perlu bertindak ke atas mereka.
Wallahua’lam.
Saturday, December 5, 2009
Jawapan Kepada Kritikan Artikel “Ulama-Ulama Besar Pendukung Jemaah Tabligh”.
Nota :
Tulisan ini agak sedikit keras dan ianya ditulis pada Julai 2009 yang lalu. Untuk makluman ini Bukan Cara Saya, namun apabila kecaman keras ke atas Maulana Zakaria rah dan beberapa orang ulama maka saya pun menjawab dengan cara yang bersesuainya. Cadangan awal untuk tidak pamerkan jawapan ini, namun bila selesai ijtimak tempoh hari rasanya terpanggil untuk pamerkan.
Untuk makluman saudara/saudari ianya adalah beberapa jawapan namun ini adalah jawapan terakhir. Kemudian dari itu tidak ada lagi email yang saya terima dari pengkritik berkenaan. Di dalam kenyataan beliau (pengkritik) katanya ia adalah bekas pengikut Tabligh dan pernah keluar 40 hari
Jawapan :
Assalamualaikum,
Maaf kerana saya baru terbaca komen saudara kerana baru je pulang dari khuruj 10 hari masturat.
Masing-masing ulama berbeza pendapat dan pandangan bukan sahaja di dalam isu Jemaah Tabligh tetapi hampir keseluruhan isu dan cabang agama. kalau kita baca blog atau website wahabi/salafi pasti dan pasti kita akan berjumpa perbezaan ketara dan pasti kita akan menjumpai kritikan dan pandangan yang kata kuncinya adalah "bid'ah". Untuk makluman saudara apakah ulama-ulama yang saya senaraikan yang menjadi pendukung Jemaah Tabligh adalah ulama yang begitu bodoh dan ulama wahabi/salafi sebegitu alim dan sebegitu cerdik. Apa yang dikesan oleh ulama wahabi/salafi yang dikatakan sesat dan bidah tidak pula disedari oleh ulama selain wahabi/salafi. Betulkah begitu atau semua ulama selain wahabi/salafi sesat belaka? Apa yang saya sebutkan bukan cakap kosong. Saudara boleh buka puluhan blog/website wahabi/salafi dan kitab-kitab yang mengatakan demikian. Membid'ah dan menyesatkan berbagai gerakan yang berlainan dengan manhaj Wahabi/salafi. Menyesatkan Jemaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Gerakan Tariqah dan Kesufian, Imam-imam Mazhab yang empat serta ulama-ulama terdahulu. Tidaklah menghairankan kalau Jemaah Tabligh menjadi sasaran kritikan.
Persoalan yang saudara minta saya komen sebenarnya persoalan yang telah biasa dibahaskan diberbagai blog/website Salafi Indonesia. Ianya bukan bertujuan untuk mencari kebenaran atau titik pertemuan tetapi sebaliknya.Persoalan ini juga adalah persoalan yang biasa yg dikemukakan oleh hampir 99% mereka-mereka yg berfahaman wahabi/salafi. Setakat yang difahami tidak ada satu pun pandangan yang dibahaskan akan diterima oleh mana-mana Wahabi/Salafi walau apa pun hujjah yang diberikan miskin pun ianya seorang ulama.Jadi saya membuat keputusan untuk tidak menjawab persoalan yang dikemukakan.
Perumpamaan : Kawah gulai yang dimakan dan dijamah di zaman sahabat rahum adalah gulai fresh yang baru dimasak oleh Rasulullah saw. Rasanya enak dan sedap serta menyelerakan oleh sesiapa sahaja yang memakannya. Isinya, dagingnya yang berbagai dapat dimakan dan dijamah oleh sahabat rahum. Selepas sekian lama, kawah itu telah dimakan dan jamah oleh berbagai generasi sehinggalah ianya dijamah dan dimakan oleh generasi pinggir kedatangan Dajjal (sekarang ini). Maka ketika itu kawah gulai berkenaan telah pun hampir kering yang tinggal hannyalah cebisan serat-serat daging seurat dua. lalu sipenjamahnya yang akhir ini mengomen mengatakan mereka benar-menar merasai, menjamah gulai dan isinya lalu mengomen gulongan yang lebih dahulu merasai, menjamah dan memakan gulai dan isinya.Kononnya merekalah yang benar-benar memahami resepi gulai berkenaan dan benar-benar merasai kesedapan gulai berkenaan. Akhirnya mereka mendustai kesedapan generasi lalu dengan menyenaraikan kandungan resepi tulin katanya dari Nabi saw. Begitulah perumpamaan.
Saudara pernah keluar Tabligh 40 hari saudaralah hakim yang sebaiknya untuk menilai dan merasai kemanisan di dalam beribadat. Ketika saudara berada di dalam manhaj Wahabi/Salafi dan ketika berada di dalam 'kesesatan' Tabligh yang telah difatwakan oleh ulama Wahabi/Salafi yang saudara dukungi. Saudara berhak memilih jalan yang saudara yakini tiada sebarang paksaan. Kalau saudara ikut Jemaah Tabligh sekali pun, tiada jaminan jutaan manusia boleh mendapat hidayat dengan sebab kemasukan saudara. Jemaah Tabligh tidak berhajat kepada saudara, saya juga kepada sesiapa hatta ulama-ulama yang sedia ada sekali pun.
Untuk makluman saudara jika satu dunia tak nak ikut Jemaah Tabligh, itu pun tiada sebarang kerugian kepada Jemaah Tabligh sedikit pun. Di dalam berbagai kritikan yang dilempar saya dapati makin ramai yang mengikuti Jemaah Tabligh. Buktinya sila saudara datang sendiri nanti ketika Ijtimak sedunia 10,11 dan 12 Julai 2009 nanti pasti akan dapati dari negara pengasas Wahabi/salafi (Arab Saudi) pun ribuan yang akan hadir selain negara-negara Arab yang lain.Saudara datanglah sebagai "pemerhati ajaran sesat". Jangan terkesan dengan sebarang ceramah yang diberi kerana ianya adalah "BID'AH" dan "SESAT" sebagaimana yang Salafi/Wahabi anggap.
Wassalam.
P/s : Tulisan ini tidak bertujuan untuk semua Salafi/Wahabi cuma yang berkaitan sahaja. Masih ramai lagi yang bagus dan lebih baik dari saya. Maaf kalau tersinggung.
Thursday, December 3, 2009
Kalaulah Tidak Kerana Hidayat Mu
Kalaulah Tidak Kerana Hidayat Mu
Tidaklah Aku Fahami
Rindunya Ibrahim Terhadap Ismail
Kalaulah Tidak Kerana Hidayat Mu
Tidaklah Aku Fahami
Kepingin Zakaria Terhadap Yahya
Kalaulah tidak Kerana Hidayat Mu
Tidaklah Aku Fahami
Keperihatinan Lokman Terhadap Putranya
Kalaulah Tidak Kerana Hidayat Mu
Tidaklah Aku Fahami
Pengharapan Nuh Terhadap Putranya
Ku Rangkumkan Semuanya
Terhadap Putra Ku
Tatkala Berada Di Jalan Mu
(Kota Bahru, Kelantan : Nov 2009)
p/s : Entah le. Keluar kali ni teringat pula kat anak kecil aku.
Tu yang terkeluar sajak ini.Nak buat macam mana dah karkun akhir zaman.
Subscribe to:
Posts (Atom)